Fortress Of Solitude

Ini hanya sebuah benteng, dimana semua rasa tersimpan. Dimana semua tumpah ruah dalam kata dan semua cerita yang tersisa untuk diceritakan.

My Photo
Name:
Location: Banda Aceh, Aceh, Indonesia

I'am a flying soul in the dark path of life. trying to touch the fantasy life as a human. I miss eternal...

Sunday, January 16, 2005

Renungan III

Ketika usiamu 1 tahun, ia menyuapi dan memandikanmu.
Kau membalasnya dengan menangis sepanjang malam.

Ketika usiamu 2 tahun, ia mengajarimu melangkahkan kaki.
Kau membalasnya dengan lari menjauh kala ia memanggilmu.

Ketika usiamu 3 tahun, ia menyiapkan sarapanmu dengan segala cinta kasih.
Kau membalasnya dengan membanting piring di lantai.

Ketika usiamu 4 tahun, ia memberimu seperangkat krayon.
Kau membalasnya dengan mencorat-coret meja makan.

Ketika usiamu 5 tahun, ia mengenakan pakaian untuk berlibur.
Kau membalasnya dengan bermain-main di onggokan lumpur.

Ketika usiamu 6 tahun, ia mengantarmu ke sekolah.
Kau membalasnya dengan berteriak: “AKU NGGAK MAU SEKOLAH!”

Ketika usiamu 7 tahun, ia menghadiahimu bola sepak.
Kau membalasnya dengan melemparkannya ke jendela tetangga sebelah.

Ketika usiamu 8 tahun, ia memberimu es krim.
Kau membalasnya dengan menciprat-cipratkannya di sekujur badanmu.

Ketika usiamu 9 tahun, ia memanggilkan guru les piano.
Kau membalasnya dengan bermalas-malasan untuk berlatih.

Ketika usiamu 10 tahun, ia mengantarmu sepanjang hari, dari main bola sampai senam, dari satu pesta ulang tahun ke pesta ulang tahun lainnya.
Kau membalasnya dengan melompat dari mobil secepat kilat dan tanpa menengok lagi.

Ketika usiamu 11 tahun, ia membawamu dan teman-temanmu nonton film.
Kau membalasnya dengan memintanya duduk di barisan lain.

Ketika usiamu 12 tahun, ia menegurmu untuk tidak menonton acara tivi tertentu.
Kau membalasnya dengan menunggunya sampai ia bepergian.

Ketika usiamu 13, ia memintamu memotong rambut baru.
Kau membalasnya dengan mengatakan bahwa ia tidak punya selera.

Ketika usiamu 14, ia membayarkan ongkos untuk satu bulan berlibur.
Kau membalasnya dengan tak sekalipun mengirimkan kabar.

Ketika usiamu 15, ia pulang bekerja, dan mengharap mendapatkan pelukanmu.
Kau membalasnya dengan mengunci kamar tidurmu.

Ketika usiamu 16, ia mengajarimu mengendarai mobil.
Kau membalasnya dengan mencuri-curi tiap kesempatan.

Ketika usiamu 17, ia mengharapkan telepon penting.
Kau membalasnya dengan menggunakan telepon sepanjang malam.

Ketika usiamu 18, ia menangis di hari kelulusan sekolahmu.
Kau membalasnya dengan pergi berpesta sampai pagi.

Ketika usiamu 19, ia membayar uang SPP perguruan tinggimu, mengantarmu membawakan tas ke kampus.
Kau membalasnya dengan mengucapkan selamat tinggal di pintu gerbang asrama agar tidak merasa malu pada teman-teman.

Ketika usiamu 20, ia bertanya apakah kamu telah menaksir seseorang.
Kau membalasnya dengan mengatakan: “Itu bukan urusanmu.”

Ketika usiamu 21, ia mengusulkan satu pekerjaan untuk karir masa depanmu.
Kau membalasnya dengan mengatakan “Aku tak ingin seperti kamu.”

Ketika usiamu 22, ia memelukmu di hari wisudamu.
Kau membalasnya dengan meminta ditraktir liburan ke Eropa.

Ketika usiamu 23, ia menghadiahimu furnitur untuk apartemen pertamamu.
Kau membalasnya dengan menyebut furnitur itu kepada teman-temanmu sebagai barang rongsokan.

Ketika usiamu 24, ia menjumpai tunanganmu dan menanyakan rencana masa depanmu.
Kau membalasnya dengan berkata: “Uuuuhhh, Ibu…!”

Ketika usiamu 25, ia membantu membiayai pesta perkawinanmu, dan ia menangis haru, dan menegaskan betapa ia mencintaimu.
Kau membalasnya dengan pindah kota menjauhinya.

Ketika usiamu 30, ia menelepon dan memberimu nasehat tentang bayimu.
Kau membalasnya dengan mengguruinya: “Semuanya kini sudah berbeda.”

Ketika usiamu 40, ia menelepon mengingatkan hari ulang tahun familimu.
Kau membalasnya dengan berkata, “Ahh, betapa sibuknya aku sekarang.”


Ketika usiamu 50, ia sakit-sakitan dan membutuhkanmu untuk menjagainya.
Kau membalasnya dengan membacakan kisah betapa merepotkannya orangtua bagi anak-anaknya.

Sampai, suatu hari, ia pergi dengan tenang untuk selamanya. Dan segala yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya, bagai halilintar, datang menyambar JANTUNGMU.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home